Teknik Empty Chair Untuk Mengatasi Masalah Komunikasi Verbal Peserta Didik ( Oleh: Ayi Sumirah S. Kom I)

Header Menu

Advertisement

Teknik Empty Chair Untuk Mengatasi Masalah Komunikasi Verbal Peserta Didik ( Oleh: Ayi Sumirah S. Kom I)

Redaksi
Jumat, Desember 02, 2022

Teknik Empty Chair Untuk Mengatasi Masalah Komunikasi Verbal Peserta Didik

             ( Oleh: Ayi Sumirah S. Kom I)


Foto Istimewa Ayi Sumirah S. Kom I

BAROMETERMAS.COM.Brebes, - Komunikasi sebagai dasar untuk bersosialisasi membuat hidup lebih mudah, komunikasi antar sesama pun tidak terganggu. Apa yang kita sampaikan dengan mudah dipahami oleh lawan bicara. Namun ternyata tidak mudah untuk berkomunikasi jika apa yang akan kita sampaikan menemui masalah, bahkan merasa lebih baik dipendam dalam hati, yang justru akan menimbulkan masalah baru. 



Di Sekolah dengan berbagai latar belakang peserta didik, mudah dijumpai kasus kesulitan berkomunikasi.

Perlu dipahami bahwa masing-masing peserta didik memiliki karakter yang berbeda-beda terlebih pada aspek komunikasi, ada yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik ada pula yang kurang baik. Karena perbedaan inilah yang dapat menimbulkan masalah dalam bergaul atau berkomunikasi pada peserta didik. Proses kegiatan belajar mengajar di kelas pun menjadi terhambat jika ada peserta didik yang tidak mampu berkomunikasi dengan baik. 



Oleh sebab itu agar proses kegiatan belajar mengajar berjalan dengan baik perlu mengadakan kegiatan untuk mengatasi masalah komunikasi verbal di lingkungan dimana peserta didik berada, guru Bimbingan Konseling (BK) harus memahami peserta didik dalam satu kelas yang menjadi tanggungjawabnya. Dengan memahami ciri, sifat dan kemampuan masing-masing peserta didik memudahkan guru BK dalam memberikan layanan dan materi yang disampaikan.



Komunikasi adalah inti dari kegiatan sekolah, maka guru BK berkewajiban untuk membantu mengatasi kesulitan komunikasi verbal yang dihadapi peserta didik dengan cara memberikan layanan atau solusi yang sesuai dengan kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik yang bersangkutan. 



Kata komunikasi di dalam bahasa inggris adalah communication. Menurut Webster New Collogiate Dictionary komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi di antara peserta didik melalui sistem lambang-lambang, kode-kode atau tingkah laku, dalam Riswandi (2009: 01). Menurut Everett M. Rogers di dalam bukunya Mulyana (2010:69) komunikasi adalah proses dimana ide pemikiran dialihkan dari sumber kepada penerima dengan tujuan untuk mengubah tingkah laku mereka. Adapun definisi komunikasi yang diungkapkan oleh Shannon dan Weaver dalam Muslimin (2010:07) bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi antara satu sama lain, baik disengaja maupun tidak disengaja, tidak terbatas pada bentuk komunikasi yang hanya menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi.



Oxford Reference menyebutkan definisi komunikasi verbal sebagai interaksi manusia dengan menggunakan kata-kata atau pesan dalam bentuk linguistik. Komunikasi verbal adalah proses transmisi pesan dengan menggunakan bahasa dari pengirim pesan (komunikator) kepada penerima pesan (komunikan). Kata-kata yang kita ucapkan merupakan isyarat verbal yang digunakan untuk tujuan komunikasi. Komunikasi verbal sering dianggap sebagai bagian utama dari komunikasi.



Teknik-teknik dalam Konseling Gestalt sangat banyak, diantaranya yaitu teknik Empty Chair (kursi kosong). Teknik kursi kosong adalah salah satu pendekatan Gestalt yang dikembangkan oleh Frederick Fritz Pearls, dimana teknik ini merupakan teknik permainan peran dimana konseli memerankan dirinya sendiri dan peran orang lain atau beberapa aspek kepribadiannya sendiri yang dibayangkan duduk atau berada di kursi kosong. Menurut Levitsky dan Perls (dalam Corey 2010) berpendapat bahwa teknik kursi kosong adalah suatu cara untuk mengajak konseli agar mengeksternalisasi introyeksinya (mekanisme pertahanan dimana seseorang meleburkan sifat-sifat positif orang lain ke dalam egonya sendiri).



Dalam teknik ini dua kursi diletakkan di tengah ruangan. Penggunaan kursi kosong sebagai sarana yang diletakan dihadapan konseli kemudian konseli diminta untuk membayangkan seseorang yang selama ini menjadi tekanan. Konseli diminta untuk mengungkapkan apa saja yang terlintas dalam pikirannya untuk mengekspresikan perasaannya. Konselor meminta konseli untuk duduk di kursi yang satu dan memainkan peran sebagai top dog, kemudian pindah ke kursi yang lain dan menjadi under dog. Teknik kursi kosong merupakan teknik permainan peran dimana konseli memerankan dirinya sendiri dan peran orang lain atau beberapa aspek kepribadiannya sendiri yang dibayangkan duduk atau berada di kursi kosong. Biasanya kursi kosong tersebut diletakkan dihadapan konseli dan konseli diminta untuk membayangkan seseorang yang selama ini menjadi sumber konfliknya. 



Konseli diminta untuk mengungkapkan apa saja yang terlintas dalam pikirannya untuk mengekspresikan perasaannya. Konselor mendorong konseli untuk mengungkapkan melalui kata-kata, bahkan melalui caci makian pun diperbolehkan, yang terpenting adalah konseli dapat meyadari pengalaman-pengalaman yang selama ini tidak diakuinya. Adapun manfaat dari teknik kursi kosong adalah sebagai berikut :


 a) Memberikan kesempatan pada konseli untuk mengungkapkan pikiran, perasaan dan sikapnya. 


b) Menyadarkan konseli untuk melihat kenyataan bahwa perasaan itu merupakan bagian dari dirinya yang tidak bisa diingkari olehnya. 


c)  Membantu konseli agar bisa mengerti perasaan dan sisi lain dari dirinya sendiri yang dilingkarinya. d) Membantu konseli untuk mengungkapkan perasaan yang bertentangan dengan dirinya sepenuh hati.




Ketidakmampuan peserta didik dalam berkomunikasi verbal ketika berinteraksi dengan teman atau guru di sekolah bahkan di rumah dan lingkunagn tempat tinggal membuat timbulnya masalah. Teknik Empty Chair (Kursi Kosong) membantu peserta didik mampu mengutarakan hal yang biasa terpendam dalam hati. Meluapkan isi hati membuat pikiran dan perasaan menjadi lebih tenang. Kebiasaan dalam mengutarakan apa yang terpendam di hati mampu membuat peserta didik terbiasa berkomunikasi secara terus terang, apa adanya dan terbuka. Hal ini yang perlu dibiasakan agar terwujudnya kemampuan mengaktualisasikan diri peserta didik.


(Husni/Eko)