Mimbar Agama... REDHA TERHADAP TAKDIR (Oleh: Darmono Umar)

Header Menu

Advertisement

Mimbar Agama... REDHA TERHADAP TAKDIR (Oleh: Darmono Umar)

Redaksi
Selasa, November 01, 2022

Mimbar Agama... REDHA TERHADAP TAKDIR

                     (Oleh:  Darmono Umar)

Foto Istimewa Darmono Umar 

BAROMETERMAS.COM. Kota Bekasi,- Persoalan takdir tidak sekedar di imani, melainkan juga harus diredhoi dengan penuh keyakinan. Kesempurnaan iman seseorang bukan hanya diukur dan ditentukan oleh kadar keyakinannya terhadap keputusan dan ketetapan Allah, melainkan juga ditentukan oleh sejauh mana dia menerima dengan redha semua ketetapan Allah SWT yang menimpa diri dan kehidupannya. Meyakini bahwa tiada yang terjadi dan menimpa diri seorang anak manusia, kecuali apa yang sudah ditetapkan Allah SWT bagi dirinya, merupakan persoalan penting bagi setiap muslim.



Akan tetapi, apakah keyakinan terhadap apa yang terjadi sesuai ketetapan Allah itu mampu diterima dengan ikhlas dan redho atau tidak, adalah persoalan yang lebih penting untuk dipahami. Perasaan puas atau redho atas setiap kejadian yang menimpa diri kita merupakan kata kunci munculnya rasa manis dalam keimanan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, dari Al-Abbas Ibn Abdil Muthalib bahwasanya dia mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Manisnya keimanan akan dirasakan oleh orang yang redho bahwa Allah SWT sebagai RABBnya, Islam sebagai Agamanya dan Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan RasulNya”.



Berkenaan dengan hadist di atas Imam Nawawi rahimahullah dalam kitab Sarah Muslimnya mengatakan : Tidak diragukan lagi sesungguhnya orang yang mempunyai semua sifat di atas, niscaya manisnya iman akan menembus hatinya dan dia pun akan merasakan manisnya keimanan itu. Lebih lanjut al-Qadhi Iyadh rahimahullah menegaskan makna hadist di atas menunjukan betapa pentingnya keimanan yang mampu menenangkan jiwa dan tembusnya iman ke dalam hatinya, karena keredhoan diri terhadap perkara-perkara di atas menjadi bukti hadirnya ma’rifatullah dalam hidupnya dan terbukanya pandangan dan terpancarnya kebahagiaan serta keceriaan dalam hatinya.



Hal ini dikarenakan siapa yang redho terhadap suatu urusan, maka urusan itu menjadi mudah bagi dirinya. Demikian pula keadaan seorang mukmin, jika keimanannya telah merasuk ke dalam hatinya, maka dia akan merasa ringan untuk menaati semua ketentuan Allah SWT, sehingga diapun merasakan nikmatnya ketaatan tersebut.



Dengan demikian, semakin jelas korelasi antara keredhoan terhadap keputusan dan ketetapan Allah, entah itu hal yang dia pandang baik maupun dirasa pahit, diterima dengan penuh keikhlasan hati semata-mata hanya karena Allah SWT, sehingga hatinya semakin lapang dan membuat dirinya semakin khusuk beribadah kepada Rabb yang menciptakannya.



Semua itu, bermula dari kesabaran dalam menerima segala cobaan dan ujian hidup yang dialaminya. Kesabaran memang bukan perkara mudah. Faktanya, tidak sedikit orang beriman tidak sabar dalam menjalani ujian demi ujian yang diberikan Allah kepada dirinya, sehingga pada klimaksnya melahirkan sikap prustasi. Padahal, Allah telah menjamin bahwa tiada satupun ujian hidup yang kita rasakan melainkan sesuai dengan kapasitas kemampuan diri kita.



Sebagaimana firman Allah SWT : “Allah tidak membebani seseorang jiwa melainkan sesuai dengan kemampuannya, maka bagi dirinya pahala kebaikan yang dia usahakan dan tanggungan dirinya dosa apa yang dia kerjakan”. (QS Al-Baqarah 2 : 286).

Ayat di atas bukan hanya sekali Allah firmankan, tetapi justru berulang kali ditegaskan Allah SWT dalam beberapa surat dalam Al-Qur’an dengan redaksi yang terkadang berbeda namun dengan maksud dan pengertian yang sama. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi orang yang beriman untuk merasa putus asa dan putus harapan atas ujian hidup yang dialaminya.



Sayang, ada kalanya manusia lepas kontrol dalam menjalani kenyataan hidup, sehingga timbul dalam batinnya perasaan tersiksa atas musibah demi musibah yang datang bertubi-tubi. Belum reda suatu musibah, muncul musibah yang lain. Disinilah sebenarnya makna keimanan sedang diuji. Justru terkadang musibah demi musibah silih berganti menjadi ujian hidup sebagai bentuk kasih sayang dan kecintaan Allah SWT kepada kita sebagai makhluk ciptaanNYA. Bukankah Rasulullah SAW telah mengingatkan dalam hadist berikut ini : Dari Anas ibn Malik semoga Allah SWT meredhoinya dari Nabi SAW bersabda : “Sesungguhnya besarnya balasan itu seukuran beratnya ujian. Dan sesungguhnya Allah SWT jika mencintai suatu kaum, maka DIA akan mengujinya. Untuk itu, siapa yang redho maka dia pun akan memperoleh cobaan dari Allah SWT”.



Jadi, beriman kepada takdir tidak hanya sebatas meyakininya saja, namun juga harus menimbulkan perasaan redho atas semua musibah yang terjadi. Ibnu Mas’ud r.a mengingatkan, kurangi kecemasanmu sebab apa yang telah ditakdirkan pasti terjadi dan apa yang tidak ditakdirkan pasti tidak akan datang menimpamu. Imam Al-Ghazali rahumahullah mengatakan, kebencian terhadap takdir akan menimbulkan kecemasan, kesedihan dan rasa jemu sehingga mendatangkan dosa dan siksaan di kemudian hari.



Kesabaran menghadapi takdir yang terkadang tidak sesuai harapan, niscaya melahirkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat, karena sekali-kali Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang bersabar serta bertaqwa, sebagaimana firmanNYA dalam (QS Yusuf 12 : 90) : “Sesungguhnya barangsiapa bertaqwa dan bersabar, maka sungguh Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebaikan”.



Oleh karena itu, keredhoan terhadap takdir mesti mampu membangkitkan keredhoan terhadap seluruh syareat-syareat yang telah digariskan oleh Allah SWT. Sehubungan dengan hal ini Ibrahim ibn Muhammad Abu al-Qasim al-Nasr al-Abadi berkata, sebagaima dikutip oleh Syaikh Ibn Taimiyyah di dalam Tazkiyyatun Nafsi : “Siapa yang ingin mencapai kedudukan redho, maka hendaklah dia memegang teguh apa yang diredhoi Allah”.



Ibn Al-Taimiyyah rahimahullah menambahkan, sesungguhnya orang yang berkomitmen dengan apa yang diredhoi Allah SWT berupa mengerjakan apa yang DIA perintahkan dan menghindari apa yang DIA larang. Artinya, jika dia selalu menegakkan kewajiban-kewajiban dan senantiasa menunaikan ibadah kepadaNya serta melaksanakan sunah-sunahnya Rasulullah SAW, maka Allah Adza Wajalla akan meredhoinya. Seperti juga ketika berkomitmen dengan apa-apa yang dicintai Allah, maka Allah akan mencintainya sebagaimana yang disebutkan dalam hadist shahih yang diriwayakan oleh Imam Al-Bukhari berikut ini : dari Abu Hurairah semoga Allah meredhoinya dia mengatakan, Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah SWT berfirman, barang siapa yang memusuhi wali-KU, berarti dia telah mengumumkan peperangan terhadap-KU. Dan tidaklah mendekat kepada-KU seorang hamba dengan mengerjakan apa-apa yang telah aku wajibkan dan tidak henti-hentinya hamba-KU mendekat kepada-KU dengan perbuatan sesuai sunnah sampai AKU mencintainya”.



Alhasil, keredhoan terhadap takdir Allah SWT Insya Allah akan membuahkan manisnya keimanan yang pada gilirannya mampu mewujudkan kehidupan yang lapang dan bahagia di dunia serta keselamatan di akhirat kelak. Pada dasarnya, keredhoan terhadap takdir berazaskan kesabaran dalam menerima berbagai ujian hidup berupa musibah-musibah yang terus menerus sepertinya tidak berujung, serta meningkatkan kesiagaan kita dalam menunaikan semua titah dan perintah Allah Ta’ala, baik berupa tuntunan kewajiban maupun suruhan untuk menjauhi larangan-laranganNYA.


Semoga dengan demikian kita memperoleh jaminan redho dan kecintaan Allah SWT.

(Sumber PP 67-tahun 17 diolah dari risalah No.9/2013 SH/MRS). Dar/.


(DIN)